Kisah dan Profil 5 Tokoh Penerima Gelar Pahlawan Nasional 2022 -->

Kisah dan Profil 5 Tokoh Penerima Gelar Pahlawan Nasional 2022

Kamis, 10 November 2022, 10:48 AM
loading...
Pahlawan Nasional Indonesia
5 Tokoh Penerima Gelar Pahlawan Nasional 2022. (Instagram @kemensosri)


SOSOK, E-KABARI.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada 5 tokoh berdasarkan Keppres Nomor 96/TK/2022.


Penganugerahan gelar Pahlawan Nasional yang berlangsung di Istana Negara, Jakarta pada Senin, 7 November 2022 itu, diwakili oleh ahli waris para tokoh yang menerima gelar.


Acara penganugerahan dibuka dengan menyanyikan lagu kebangsaan. Kemudian dilanjutkan dengan mengheningkan cipta yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo untuk mengenang jasa pahlawan.


Sedangkan surat Keputusan Presiden mengenai penyematan gelar Pahlawan Nasional yang dibacakan oleh Sekretaris Militer Presiden Laksda Hersan.


Siapa saja 5 tokoh penerima gelar Pahlawan Nasional tahun 2022 dan bagaimana kisah perjuangan mereka?


Berikut kisah dan profil 5 tokoh Pmpenerima gelar Pahlawan Nasional 2022 sebagaimana dikutip dari Instagram @kemensosri:


1. DR. dr. H. R. Soeharto (dari Provinsi Jawa Tengah)


Tempat Lahir: Tegalgondo, 24 Desember 1908
Wafat: 30 November 2000
Makam: TPU Tanah Kusir, Jakarta


DR. R. Soeharto lulus dari Bataviase Geneeskundige Hoogeschool (saat ini Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia). Pada tahun 1942, ia dipercaya menjadi dokter pribadi Presiden Indonesia pertama Soekarno.


Ia juga dipercaya oleh Moh. Hatta yang pada saat itu memimpin Somobu (Departemen Dalam Negeri pada masa pemerintahan Jepang) untuk mengelola poliklinik yang melayani kesehatan, khususnya tukang becak yang jumlahnya kurang lebih 6000 orang, serta ditugaskan sebagai Kepala Bagian Kesehatan Pusat Tenaga Rakyat (Putera).


DR. R. Soeharto ditunjuk sebagai Ketua/Wakil Ketua Fonds Kemerdekaan Indonesia (FKI). Pengalamannya selama di FKI juga membuatnya dipercaya untuk menempati posisi Kepala Jawatan Administrasi Militer Pusat (AMP) di Kementerian Pertahanan.


Tidak hanya itu, beliau juga merupakan salah satu orang yang memprakarsai berdirinya Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Ia juga pengagas pembentukan organisasi Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) yang dilakukannya demi kesejahteraan ibu-ibu dan anak, inilah yang kemudian diadaptasi oleh Pemerintah Indonesia dengan mendirikan BKKBN.


2. KGPAA Paku Alam VIII (dari Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta)


Tempat Lahir: Yogyakarta, 10 April 1910
Wafat: 20 Mei 1998
Makam: Komplek Makam Girigondo


Menyadari adanya upaya adu domba oleh pihak Jepang, Paku Alam VIII berinisiatif meminta izin berkantor di Kepatihan bergabung dengan Hamengku Buwono IX. Hal ini dimaksudkan agar mereka dapat bekerja sama menghadapi Jepang dan tidak mudah dipecah belah.


Sejak saat itu, peran Hamengku Buwono IX dan Paku Alam VIII di awal kemerdekaan sangatlah penting untuk bangsa Indonesia. Pada tanggal 27-29 Desember 1945, pasukan NICA melakukan operasi militer di Jakarta. Dengan adanya krisis keamanan tersebut, Hamengku Buwono IX mengirim surat kepada Presiden Soekarno dan menawarkan Yogyakarta sebagai ibu kota sementara dengan disertai jaminan keamanan.


Hal tersebut diterima dengan baik oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta. Pada tanggal 4 Januari 1946, rombongan Presiden, Wakil Presiden beserta para Menteri dan keluarga mereka tiba di Stasiun Tugu Yogyakarta. Semua akomodasi baik dari tempat tinggal, fasilitas kenegaraan hingga gaji para Menteri selama tinggal di Yogyakarta, berada di bawah tanggungan Paku Alam VIII.


Hamengku Buwono IX dan Paku Alam VIII telah menempatkan Yogyakarta sebagai jantung perjuangan Republik Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan.


3. dr. Raden Rubini Natawisastra (dari Provinsi Kalimantan Barat)


Tempat Lahir: Bandung, 31 Agustus 1906
Wafat: 28 Juni 1944
Makam: Makam Juang Mandor


Pada 7 Juli 1930, Rubini dinyatakan lolos dan berhak menyandang gelar Indische Artsen. Ia kemudian diangkat menjadi dokter pegawai negeri Gouvernement Indisch Arts, dan bekerja di Rumah Sakit Pusat CBZ, Batavia (saat ini Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo).


Karier kedokterannya dimulai dari Rumah Sakit Umum Sungai Jawi Pontianak. Menjalankan misi kemanusiaan dengan menjadi dokter keliling melayani pengobatan di daerah terpencil dan pedalaman di Kalimantan Barat. Melayani semua golongan penduduk tanpa membeda-bedakan status. Ia pun berjuang untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak saat melahirkan persalinan dengan cara tradisional.


Ia pun terjun ke dunia politik bersama Partai Indonesia Raya (Parindra) Komisariat Daerah Kalimantan Barat untuk sama-sama memperjuangkan kemajuan rakyat Indonesia mencapai kemerdekaan. Ia seringkali memimpin rapat-rapat rahasia untul melawan Jepang.


Terlepas dari karier politiknya, Rubini tetap menjalani profesinya sebagai dokter. Ia yang sehari-hari dekat dengan masyarakat, terus berjuang melawan penjajahan Jepang hingga akhir hayatnya. Pada 28 Juni 1944, Rubini dinyatakan gugur di tangan Jepang.


4. Haji Salahuddin bin Talabuddin (dari Provinsi Maluku Utara)


Tempat Lahir: Patani, 1887
Wafat: 6 Juni 1948
Makam: Kota Ternate


Tahun 1916 Haji Salahuddin bin Talabuddin pindah ke Salawati, Raja Ampat dan menikah serta menyebarkan dakwah di sana. Haji Salahuddin bin Talabuddin mengajarkan barazanji, saraffal anam, menyatukan umat Islam untuk menentang penjajahan. Aktivitasnya tersebut tidak disukai oleh Polisi Belanda di Salawati.


Tahun 1918 - 1923 Raja Ampat dilanda penyakit Hepatitis. Dikarenakan hal tersebut, Samari (anak angkatnya) meninggal karena hanya diobati dengan pengobatan tradisional, namun Haji Salahuddin dituduh membunuh anaknya. Atas fitnah yang dilakukan Belanda itu, ia dijatuhi hukuman pembuangan ke Sawah Lunto.


Sepulang dari pengasingannya di Sawah Lunto tahun 1937, melalui organisasi Syarikat Jamiatul Iman Wal-Islam (SJII) yang dibentuknya, ia menyuarakan perjuangan anti Belanda pada murid dan pengikut-pengikutnya.


Namun, pada tanggal 16-17 Februari 1947  Kapal pmPerang Belanda tiba di Patani dengan membawa tambahan pasukan. Ikut serta Sultan Ternate yang juga sebagai Residen Ternate menjemputnya ke Ternate dengan tangan yang diikat. Ia pun berteriak "Hidup Islam, Hidup Sarekat Islam, Hidup Republik Indonesia, Allahu Akbar!". Pada tahun 1948, ia pun dijatuhi hukuman mati.


5. K.H. Ahmad Sanusi (dari Provinsi Jawa Barat)


Tempat Lahir: Sukabumi, 18 September 1888
Wafat: 31 Juli 1950
Makam: Sukabumi, Jawa Barat


K.H. Ahmad Sanusi telah memimpin dan melakukan perjuangan politik melawan pemerintah Kolonial Belanda. Ulama yang dikenal sebagai Ajengan Genteng ini dianggap menentang pemerintah kolonial melalui fatwa-fatwanya. Sehingga, ia seringkali mendapatkan hukuman untuk menjadi tahanan kota.


K.H. Ahmad Sanusi telah melahirkan gagasan atau pemikiran besar yang dapat menunjang pembangunan bangsa dan negara, serta mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat luas. K.H. Ahmad Sanusi menjadi pembaharu dalam pendidikan Islam.


Pada masa pendudukan Jepang, K.H. Ahmad Sanusi aktif pula dalam mendirikan pasukan sukarela Pembel Tanah Air (PETA) di Bogor dan Sukabumi. Tahun 1944, ia diangkat menjadi anggota BPUPKI. Selanjutnya, setelah proklamasi kemerdekaan RI, K.H. Ahmad Sanusi diangkat sebagai anggota KNIP dan ikut hijrah ke Yogyakarta setelah perjanjian Renville.


K.H. Ahmad Sanusi tidak pernah menyerah pada lawan atau musuh dalam perjuangan. Selama di penjara, K.H. Ahmad Sanusi tidak patah semangat, malah ia mendirikan Al Ittihadyatul Islamiyah (AII) meskipun ia terus menerus berstatus sebagai tahanan kota. Jiwa juangnya tidak pernah surut. (*)


Penulis: Ndry_Sya
Sumber: Instagram @kemensosri
Editor: Rafiqi

TerPopuler