Risiko dan Celah Korupsi Saat Pandemi -->

Risiko dan Celah Korupsi Saat Pandemi

Rabu, 23 Juni 2021, 7:06 PM
loading...
Korupsi Bansos
Ilustrasi. (REPUBLIKA.co.id/RK/E-KABARI)


Oleh: Dewi Trisna Murti*)


Pandemi Covid-19 yang telah berlangsung selama lebih dari setahun ini berdampak bagi semua kalangan dan berbagai sektor, tidak terkecuali sektor ekonomi. Ekspor dan pendapatan pajak menurun, hingga sektor-sektor banyak terganggu. Kondisi keuangan banyak negara ambruk untuk mengatasi dampak dari wabah ini.


Pandemi Covid-19 sendiri merupakan suatu tantangan yang sangat besar. Semua Negara masih berjuang untuk mengatasinya, bahkan tidak ada satupun Negara yang siap dalam menghadapinya. Indonesia pun masih berusaha keras mengatasinya. Salah satu cara yang ditempuh yaitu dengan mengalokasikan banyak anggaran di pemerintahan untuk dijadikan dana bantuan sosial bagi masyarakat. Meskipun, yang terjadi di lapangan tidak seperti tujuan awal untuk mewujudkan dan mempertahankan kesejahteraan masyarakat.


Seperti diketahui bersama, bansos yang diberikan pemerintah untuk masyarakat rata-rata tidak sampai ke tangan mereka. Di tengah situasi sulit ini, bansos untuk masyarakat malah dikorupsi. Rupa bantuan sosial yang diberikan oleh pemerintah selama pandemi Covid-19 itu adalah bantuan sembako, bantuan sosial tunai (BST), bantuan langsung tunai dana desa (BLT DD), listrik gratis, kartu prakerja, subsidi gaji karyawan, hingga BLT usaha mikro kecil.


Dikutip dari SINDONEWS.com, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna menjelaskan bahwa pandemi yang tengah melanda dunia termasuk Indonesia tidak dipungkiri memunculkan celah untuk melakukan korupsi pada anggaran penanganan virus Covid-19. Dana yang dialokasikan untuk mempertahankan kesejahteraan masyarakat Indonesia rupanya memunculkan risiko-risiko seperti pengeluaran dan pemborosan yang tidak sesuai, sehingga menyebabkan tidak tercapainya tujuan kebijakan secara efektif sebagaimana yang dimaksudkan di awal. Tak terkecuali risiko korupsi dan kecurangan saat mengalokasikan dana bantuan Covid-19, risiko moral hazard dan risiko pelaksanaan operasi yang ada di lapangan.


Risiko moral hazard adalah situasi di mana seseorang tidak memiliki insentif untuk bertindak jujur atau kehati-hatian. Situasi ini umumnya lepas dari pengawasan, sehingga seseorang dapat bertindak melanggar aturan, di mana sebenarnya secara etika tindakan orang tersebut tidak layak dilakukan.


Salah satu orang yang diduga melakukan tindak korupsi adalah mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara. Pejabat negara ini menjadi tersangka kasus suap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diduga menerima Rp 17 miliar dari pelaksanaan bansos berupa sembako yang ditujukan untuk penanganan Covid-19. Reaksi yang diberikan oleh masyarakat saat kasus ini terungkap adalah masyarakat sangat kecewa dan marah. Sebab di saat genting, ketika banyak orang sedang berjuang di tengah pandemi, begitu teganya Juliari melakukan korupsi, yang tindakan itu dianggap banyak kalangan sangat tidak berperikemanusiaan.


Mengingat adanya risiko dan celah korupsi tersebut, kehadiran BPK sebagai lembaga Negara yang bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945 sangat penting. Apalagi, BPK merupakan lembaga Negara yang bebas dan mandiri dalam memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara. Pemeriksaan BPK sendiri sangat luas, mencakup pemeriksaan keuangan, pengawasan pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja Negara, pengawasan kinerja pemerintahan dan pemeriksaan tujuan tertentu sesuai dengan standar pemeriksaan keuangan Negara yang hasil pemeriksaannya diserahkan kepada DPR, DPD dan DPRD sesuai dengan kewenangannya untuk ditindaklanjuti.


Luasnya cakupan audit lingkup pemeriksaan untuk Laporan Keuangan yang meliputi Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Laporan Operasional, Neraca, Laporan Perubahan Ekuitas dan Catatan atas Laporan Keuangan untuk Anggaran pada tahun 2020, maka saat pandemi ini pemeriksaan BPK akan berfokus pada penyajian Laporan Keuangan Badan Layanan Umum (LK BLU), Persediaan aset tetap, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), konstruksi dalam pengerjaan, aset-aset lain, Belanja Barang dan Modal dan pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan pemerintah untuk penanganan Covid-19. Dengan demikian, hal yang seharusnya disadari oleh penanggung jawab kepentingan dari setiap kalangan adalah melakukan transparansi dan akuntabilitas untuk menciptakan tata kelola yang baik dan tercapainya tujuan kebijakan itu sendiri.


*) Mahasiswi Universitas Muhammadiyah Malang.

TerPopuler