Anggota Fraksi PPP DPRD Sumenep, Juhari. (Foto IST/E-KABARI) |
SUMENEP, E-KABARI.COM – Anggota Fraksi PPP DPRD Sumenep, Juhari meminta Pemerintah mengalokasikan anggaran khusus pondok pesantren.
Pasalnya, selama ini belum ada anggaran yang fokus pada pesantren, meskipun perjuangan para kiai dan santri sudah diakui oleh Negara dengan ditetapkannya Hari Santri Nasional setiap tanggal 22 Oktober.
Menurut Juhari, perjalanan santri dari masa ke masa punya tantangan berbeda. Misalnya, pada era Orde Lama dan Orde Baru perjuangan para santri seperti tertutupi.
Terbukti, selama politisi PPP itu mengenyam pendidikan di masa Orde Baru sejarah perjuangan santri tidak ada di buku sejarah.
“Saya ingat waktu SMP dalam Pendidikan Sejarah Bangsa (PSB) peran santri tidak masuk dalam sejarah itu,” ujar Jauhari.
Padahal, peristiwa 10 November 1945 tak lepas dari fatwa Resolusi Jihad yang dicetuskan KH Hasyim Asyari, Rois Akbar PBNU, yang menjadi rujukan Presiden Jokowi menetapkan Hari Santri melalui Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 22 tahun 2015.
Karena itu, lanjut Juhari, Fraksi PPP DPRD Sumenep meminta pemerintah untuk mengalokasikan anggaran khusus pondok pesantren di Kabupaten Sumenep.
“Ke depan harus ada anggaran khusus pada pesantren untuk menunjang penguatan SDM para santri,” ungkap alumni Ponpes Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo, Situbondo itu.
Secara umum, Juhari mendorong Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep untuk memperhatikan pesantren. Misalnya memberi insentif kepada guru.
"Pemerintah harus hadir melalui proyeksi anggaran. Hingga detik masih belum ada anggaran khusus pesantren," tegasnya.
Dilansir dari Media Indonesia, Pemerintah Pusat melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah mengalokasikan dana sebesar Rp 2,6 triliun kepada lembaga pendidikan keagamaan.
Dana itu, kata Menkeu, Sri Mulyani dikucurkan dalam rangka mendorong perekonomian dan mendukung keberlangsungan kegiatan belajar di tengah pandemi Covid-19.
Menurut Juhari, santri hari ini dituntut untuk adaptif dengan arus perkembangan zaman alias ikut terlibat dalam perubahan bangsa. Sehingga, harus didukung dengan sarana dalam menopang penguatan SDM.
“Santri punya hak sama menjadi apapun baik, politisi, birokrasi dan lain,” pungka anggota dewan yang akrab dipanggil ustadz oleh sebagian alumni Ponpes Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo, Situbondo. (RK/Fiq)