Melihat 10 November Hari Ini -->

Melihat 10 November Hari Ini

Minggu, 10 November 2019, 11:10 AM
loading...
Hari Pahlawan Nasional
Yuda Yulianto. (Foto for E-KABARI)

Oleh: Yuda Yulianto*

Hari ini kita diingatkan kembali dengan peristiwa yang terjadi di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mari kita merenung sejenak mengenai peristiwa yang terjadi di Surabaya pada tanggal 10 November 1945, di mana peristiwa itu sangat heroik. Saat arek-arek Suroboyo menentang kembalinya kolonialisme ke kota mereka. Ketika baku hantam dan kontak senjata dengan pasukan kolonial karena ingin mempertahankan Kemerdekaan yang sudah dicapai pada tanggal 17 Agustus 1945.

Setelah terbunuhnya Jenderal Mallaby, penggantinya, Mayor Jenderal Robert Mansrergh mengeluarkan ultimatum yang menyebutkan bahwa semua pimpinan dan orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya di tempat yang sudah ditentukan dan menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di atas. Batas ultimatum yang diluncurkan itu adalahpuk 6.00 pagi pada tanggal 10 November 1945.

Ultimatum-ultimatum yang disebarkan melalui pamflet-pamflet udara oleh tentara Inggris membuat rakyat Surabaya sangat marah. Hal itu dianggap sebagai penghinaan bagi para pejuang dan rakyat yang telah membentuk badan-badan perjuangan. Sehingga ultimatum tersebut ditolak oleh pihak Indonesia dengan alasan bahwa Republik Indonesia dudah berdiri, dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) juga telah dibentuk sebagai pasukan negara.

Selain itu, masih banyak organisasi perjuangan yang telah dibentuk masyarakat, termasuk di kalangan pemuda, mahasiswa dan pelajar yang menentang masuknya kembali Pemerintah Belanda yang membonceng kehadiran tentara Inggris di Indonesia.

Akhirnya, pada tanggal 10 November 1945 pagi, tentara Inggris sudah mulai melancarkan serangan genjatan senjata. Namun, Bung Tomo, salah satu pemimpin revolusioner Indonesia yang dihormati mengambil inisiatif menggerakkan rakyat Surabaya pada masa itu. Di dalamnya terdapat pula tokoh-tokoh yang berpengaruh, termasuk dari tokoh agama seperti KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah serta kiai-kiai pesantren lain juga menggerakkan santri-santrinya.

Alhasil, perlawanan pihak Indonesia berlangsung alot. Dari hari ke hari perlawanan yang dilakukan masyarakat Surabaya secara spontanitas terus memuncak, sehingga pertempuran berlangsung sekitar tiga mingguan.

Pertempuran yang banyak memakan ribuan korban jiwa itu telah menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia untuk melakukan perlawanan serupa di berbagai daerah terhadap kolonial. Banyak pejuang yang gugur dan rakyat menjadi korban pada tanggal 10 November 1945, yang kemudian dikenang sebagai Hari Pahlawan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia hingga saat ini.

Ketika kita mengingat peristiwa yang terjadi pada tanggal 10 November 1945, hari ini apa yang harus kita petik dari peristiwa itu? Supaya kita bisa meneladani keberanian pejuang bangsa kita, meneladani arti pengobanan pahlawan kita, dan meneladani arti kepedulian kita terhadap bangsa Indonesia. Ketika hari ini melihat bangsa yang sudah merdeka, sementara kita saksikan bersama-sama yang diperebutkan bukan lagi sebuah kemerdekaan untuk rakyat Indonesia, namun kekuasan individualisme dan kelompok semata, sungguh sangat miris sekali.

Mari bersama-sama merefleksikan Hari Pahlawan ini yang selalu diperingati setiap tanggal 10 November di Negara Indonesia. Kita lihat tokoh-tokoh pejuang kita, para kiai dan santri yang telah memperjuangkan dan mempertahankan Kemerdekaan Negara Indonesia ini dengan penuh semangat perjuangan dan pengorbanan. Bahkan raga dan nyawa gugur di pertempuran medan perang.

Meski kenyataannya hari ini masyarakat kita masih banyak yang mengkhianati arti kemerdekaan yang sesungguhnya sudah diraih ini. Bahkan masih banyak yang menjadi pengkhianat terhadap para pahlawan Negara. Karena itu, peristiwa yang telah terjadi jangan sampai terulang kembali dalam tubuh bangsa ini. Mari kita bersama-sama berkomitmen dan konsisten dalam mengawal Negara Indonesia agar lebih maju dan lebih baik lagi ke depannya.

Kita harus sadar, meski hari ini Indonesia menjadi bangsa yang sudah merdeka, kenyataannya tetap saja dijajah. Memang bentuk penjajahan hari ini berbeda dengan penjajahan jaman dulu. Sekarang Indonesia dijajah oleh bangsanya sendiri. Sehingga benar apa yang dikatakan oleh Bung Karno bahwa “perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah dan perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri”.

Sungguh sangat ironis ketika melihat hal seperti ini terjadi di tubuh Negara Indonesia. Lihat saja meskipun kita mempunyai asas tunggal yaitu Pancasila, kenyataannya Pancasila tidak lebih sebagai boneka yang tidak bernyawa. Kenapa hal ini terjadi? Karena nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila tidak diamalkan dan diimplementasikan dengan baik dan benar oleh masyarakat Indonesia.

Contoh yang tak bisa dipungkiri hari ini banyak sekali perpecahan antar golongan dan permusuhan antar kelompok. Ini menandakan degradasi moral bangsa Indonesia. Sehingga, kita bisa dapat menyimpulkan bahwa nilai-nilai Pancasila yang berada di sila ketiga yang berbunyi 'Persatuan Indonesia' tidak dijalankan dengan semestinya.

Seperti apakah yang harus kita teladani dalam momentum Hari Pahlawan ini? Saya akan coba mengulas dan menjelaskan arti sebuah perjuangan seorang pahlawan. Hari ini kita beda dalam perjuangan, misalnya ada yang berjuang menjadi petani. Mereka juga pahlawan karena telah menghidupkan kebutuhan masyarakat sehari-hari.

Menjadi guru juga sebagai pahlawan karena telah mendidik anak bangsa untuk menjadi insan yang cerdas serta berakhlakul karimah demi mencapai cita-cita luhurnya. Menjadi pejabat pun sebagai pahlawan jika selalu mementingkan kebutuhan publik, membuat kebijakan yang orentasinya untuk kemaslahatan umat. Itulahh bentuk para pahlawan di zaman ini.

Dalam momentum memperingati Hari Pahlawan di tanggal 10 November 2019 ini, kita sebagai pemuda penerus bangsa harus mempunya komitmen yang tinggi untuk menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan penuh semangat dan rasa nasionalisme yang tinggi. Dengan semangat dan nasionalisme sebagai bekal, kita bisa melakukan banyak hal terhadap Negara Indonesia sebagai bentuk penghormatan kepada para pahlawan pejuang bangsa yang rela gugur demi kemerdekaan kita, anak cucunya.

*Mahasiswa Semester VII Prodi Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Abdurachman Saleh Situbondo. Saat ini menjabat Presiden Mahasiswa (Presma) Periode 2019-2020.

TerPopuler