Memimpin adalah Derita -->

Memimpin adalah Derita

Rabu, 30 Oktober 2019, 9:38 AM
loading...
Memimpin adalah Derita
Moh. Faiz, Ketua PKPT IPNU STAIM Sumenep. (Foto for E-KABARI)

Oleh: Moh. Faiz*

Di dalam surat Al-Baqoroh ayat 30, di sana dijelaskan bahwa manusia diciptakan oleh Allah tidak lain hanyalah untuk menjadi khalifah (pemimpin) di muka bumi ini. Baik itu dimulai dari memimpin dirinya sendiri, keluarga, tetangga, bangsa, dan terlebih alam semesta.

Dan tugas terpenting dari pada sosok pemimpin adalah melakukan sebuah perubahan dari yang kurang baik untuk menjadi baik, dari yang baik untuk berubah lagi menjadi lebih baik. Untuk melakukan sebuah perubahan bagi sosok pemimpin tentunya harus melalui uji coba dari hal terkecil hingga terus bertahap ke hal yang lebih besar. Atau dengan kata lain, harus dimulai dari memimpin dirinya sendiri.

Fase kepemimpinan harus dilewati sscara bertahap dimulai dari diri sendiri. Kalau sudah mampu melakukan sebuah perubahan atau mampu memimpin dirinya sendiri, sudah tentu dia akan mampu memimpin keluarganya. Kalau sudah mampu memimpin keluarganya, maka sudah tentu dia akan mampu memimpin tetangganya. Kalau sudah mampu memimpin tetangganya, sudah tentu dia akan memimpin desanya. Begitu seterusnya.

Pemimpin akan mampu terus melakukan sebuah perubahan-perubahan ke ruang lingkup yang lebih besar. Sebab, ketika sosok pemimpin sudah mampu melakukan perubahan terhadap suatu hal, maka dia akan terus kehausan untuk melakukan sebuah perubahan yang lebih besar lagi. Hal ini bisa dibilang sudah menjadi kodrat manusia.

Akan tetapi, hal yang perlu diingat oleh sosok pemimpin sebagaimana pepatah mengatakan bahwa “pohon yang terus tumbuh semakin besar, maka anginnya pun akan semakin kencang”. Dan sudah pasti bagi sosok pemimpin, tantangan (ujian) tidak akan pernah bisa dihindari. Bahkan bisa dikatakan bahwa “tantangan bagi sosok pemimpin adalah salah satu bumbu dalam prosesnya untuk mencapai sebuah keberhasilan”.

Tantangan bagi sosok pemimpin diibaratkan bagi seorang anak yang sedang menempuh proses pendidikannya di sekolah. Kalau seorang anak mampu meyelesaikan soal demi soal ujiannya dengan baik, maka dia akan lulus dari sekolahnya. Begitupun dengan sosok pemimpin. Ketika dia sudah mampu melewati tantangan demi tantangan dengan bijak, maka dia akan mampu meraih sebuah keberhasilan, atas apa yang dipimpinnya.

Sayangnya, ada beberapa tantangan berat yang harus dilewati dengan bijak oleh sosok pemimpin. Pertama, yaitu ambisi kekuasaan. Bagi orang yang gila hormat, kekuasaan adalah hal terpenting dari segala galanya. Kedua, gila harta. Bagi orang yang suka hidup mewah dan selalu memikirkan kepentingan isi perutnya, maka harta adalah sesuatu yang paling berarti bagi dirinya. Ketiga, suka bermain wanita. Bagi orang yang suka menuruti hawa nafsunya (nafsu birahinya), maka wanita adalah suatu hal yang paling menyenangkan bagi dirinya.

Ketika sosok pemimpin tidak mampu mengendalikan ketiga hal tersebut dengan bijak, maka sudah tentu dia akan menghalalkan segala cara. Sehingga, nilai nilai kemanusiaan yang ada pada dirinya berganti dengan karakter seekor binatang. Yang menurut Jalaluddin Maulana Rumi, “ciri dari pada manusia adalah cinta dan kelembutan. Dan ciri dari pada binatang itu, adalah gairah dan kemarahan”. Jika demikian, maka nilai-nilai kemanusiaan yang luhur itu tidak berarti bagi dirinya. Dan pada akhirnya, maka terjadilah pertumpahan darah di mana-mana, sebab dari keserakahan pemimpin yang malampaui batas.

Akan tetapi apabila sebaliknya, ketika sosok pemimpin mampu melewati ketiga hal tersebut dengan bijak dan tidak serakah, maka keberhasilan yang akan dicapai. Kemakmuran, keleluasaan, kedamaian, dan lainnya, yang akan dirasakan oleh bangsanya, sebab keteguhan dan ketulusan hatinya dalam berjuang demi memerdekakan seutuhnya atas apa yg dipimpimpinya. Sebagaimana sosok Bung Karno dulu, beliau rela mengorbankan harta, jiwa, dan raganya. Rela mengorbankan dirinya sendiri, demi kemerdekaan bangsanya.

*Ketua PKPT IPNU STAIM Sumenep

TerPopuler