Mandul dan Hal-Hal yang Belum Final -->

Mandul dan Hal-Hal yang Belum Final

Jumat, 25 Oktober 2019, 8:49 PM
loading...
Aktivis PMII Sumenep
Moh. Faiq. (Foto for E-KABARI)

Oleh: Moh. Faiq*

Label aktivis adalah kebanggaan bagi yang menyandangnya. Dalam jiwanya, tentu tersimpan jiwa kritis, peka sosial, progresif. Epistemologi yang matang akan membangun jiwanya perlahan-lahan. Sehingga, problem kerakyatan dibela dengan otak dan hati nurani terdalam.

Tetapi, aktivis Sumenep kini berjiwa mandul. Gerakan masif masih belum dirasakan dalam menuntaskan problem dan isu-isu kemanusiaan. Maka, perlu wacana untuk sebuah perubahan yang lahir tidak hanya berdasarkan emosi, tetapi hati nurani yang terus disiram dengan pengetahuan. Mencetak kader kritis mesti dengan  pembekalan yang maksimal; pengawalan terus digalakkan dari internal dan eksternal. Hegemoni kekuasaan yang mesti dibaca segala dampak pada masa depan masyarakatnya.

Kemandulan aktivis, apalagi di PMII Sumenep merupakan sebuah ironi. Pada satu sisi, gerakan pinggiran mesti dihidupkan. Di sisi lain, kemanusiaan mesti dikedepankan dalam senasib dan seperjuangan.

Maka, pada ranah ini mandul berarti terdapat problem internal yang sedang menjangkiti tubuhnya. Atau bahkan masa lalu akut yang berkepanjangan yang dihimpun dalam sebuah "ego sektoral".

Seharusnya aktivis PMII Sumenep menjadi ibu yang terus melahirkan penggerak yang dinamis. Artinya, gerakan ke "bawah" dan "atas" harus diwacanakan secara kritis. Bukankah kritis berarti seimbang?

Keseimbangan itulah yang mesti dijaga agar mandul itu diselesaikan. Artinya, mandul diselesaikan dari dua sisi. Pertama, internal. Kedua, ekternal. Maka, gunakan strategi "serigala" tapi bukan "serigala berbulu domba".

Konfercab PMII Sumenep barangkali adalah satu wadah dalam kontestasi politik. Akan tetapi, kesiapan benar-benar amburadul. Sehingga, pelaksanaan Konfercab kali ini terkesan main-main saja. Padahal, hal ini sangat berbahaya terhadap kelangsungan PMII ke depan.

Belum lagi bagaimana sikap independensi sebagai lembaga otoriter dalam melaksanakan pemilu yang tidak dijaga marwah. Ini justru akan menimbulkan tendensi. Jangan-jangan harga diri pemilihan Ketua Cabang sudah dirasuki kapitalisme apalagi pragramtisme.

Maka, kalau ingin maju harus struktural. Karena aktivis yang baik memang memerlukan pemikiran yang struktural untuk memecahkan problem internal maupun ekternal. Jangan-jangan struktural PMII Sumenep sudah berada di ambang kerancuan. Hanya memanfaatkan kader tanpa membenahi internal yang lebih urgen untuk mengawal dan mencetak kader.

*Ketua Komisariat PMII Guluk-Guluk, Sumenep.

TerPopuler