Ketua PC Muslimat NU Sumenep, Ny. Hj. Dewi Khalifah (Nyai Eva) saat ditemui di kediamannya, Kamis (22/10/2020). (Foto WY/E-KABARI) |
SUMENEP, E-KABARI.COM - Hari Santri Nasional (HSN) yang diperingati setiap tanggal 22 Oktober merupakan momentum refleksi jati diri dan peran seorang santri.
Hal ini disampaikan Ketua Muslimat NU Sumenep, Ny. Hj. Dewi Khalifah saat ditemui awak media di kediamannya di lingkungan Pondok Pesantren Al Usymuni Terate, Pandian, Kecamatan Kota Sumenep.
"Sebenarnya Hari Santri ini tujuannya mengingatkan kita bahwa seorang santri adalah sosok pelajar yang ditempa oleh ilmu pendidikan dan akhlak di dalam pesantren," katanya, Kamis (22/10/2020) pagi.
Menurut Nyai Eva, demikian istri almarhum KH A. Shafraji itu akrab dipanggil, manusia di dalam kehidupan ini harus memiliki dua hal penting yakni ilmu dan akhlak.
Seorang santri, kata dia harus mempunyai tingkat keilmuan, baik ilmu agama sebagai dasar kehidupan beragama kepada Allah dan menuntun dalam berhubungan dengan manusia, maupun ilmu pengetahuan.
"Pada hari ini santri bisa dikatakan harus memiliki kedua-duanya baik pendidikan agama ataupun ilmu pengetahuan. Dan yang terpenting dalam jiwa santri itu adalah akhlak," jelas Nyai Eva.
Penanaman pendidikan akhlak dan moral itu memang harus lebih ditekankan, mengingat di zaman ini pengaruh media sosial (medsos) banyak berdampak buruk.
"Sekarang terkadang orang merasa bahwa dirinya hidup hanya dengan dunianya sendiri. Berkumpul tetapi tidak berkomunikasi, bersama tetai tidak berbicara," ujar Nyai Eva.
Maka tugas dari ibu-ibu muslimat, kata Calon Wakil Bupati Sumenep Nomor Urut 1 itu adalah bagaimana mendidik putra-putrinya dalam keluarga sejak dini untuk menjadi anak-anak yang sholeh dan sholehah.
"Sholeh dan sholehah ini bisa terbentuk awalnya adalah dari seorang Ibu. Karena dikatakan bahwa Al Ummu Madrasatul Ula. Ibu itu adalah sekolah pertama," tegasnya.
Selanjutnya barulah pesantren yang memiliki peran utama di dalam pendidikan dan pembentukan moral santri ketika nyantri.
Bahkan, pondok pesantren hari ini sudah dituntut tidak hanya memikirkan urusan ukhrawi saja. Tetapi juga urusan duniawi.
Bisa dikatakan pondok pesantren selain memberikan pendidikan agama, ilmu pengetahuan, dan pendidikan akhlak, juga harus memberikan skill tambahan kepada anak-anak santrinya.
"Sehingga ketika santri pulang ke tengah masyarakat, mereka itu bisa memberikan bukti dan kiprah nyata kepada masyarakat," tandas Nyai Eva. (WY/RK/Fiq)