loading...
Ilustrasi minum air. [Foto Ist/foredi.com]
Kebiasaan yang salah dalam meminum air putih bukannya menjaga ginjal tetap sehat, justru memperburuk fungsi ginjal.
Ketua Perhimpunan Nefrologi Indonesia Aida Lydia mengungkapkan, masyarakat tidak usah meminum air putih sebanyak-banyaknya.
Cara yang tepat adalah menyuplai pasokan air putih sesuai kebutuhan dan aktivitas masing-masing.
Jika terlalu banyak, asupan air putih justru akan memicu penyakit ginjal.
“Banyak minum air putih bisa sebabkan gangguan elektrolit di darah," ujar Aida saat ditemui dalam temu media Peringatan Hari Ginjal Sedunia di Jakarta pada Rabu (7/3/2018).
"Kadar natrium dan kalium dalam darah berkurang, sedangkan kadar cairan di tubuh meningkat sel tubuh jadi membengkak.”
Pembesaran sel tubuh ini terjadi karena banyak natrium yang larut dan menghilang dari dalam tubuh.
Padahal, natrium bertugas mengikat air.
Akibatnya, volume darah pun berkurang hingga membuat tekanan darah menurun.
Selanjutnya, detak jantung terpacu lebih kuat.
Kerja ginjal, kata Aida, juga akan semakin berat karena harus menyaring cairan yang berlebih.
Dikhawatirkan, glomerulus pada ginjal tidak kuat melakukan fungsi filtrasi.
Dampaknya bisa menimbulkan gangguan pada ginjal.
“Minum air putih bikin ginjal sehat. Tapi tidak sampai berliter-liter. Secukupnya saja, jangan banyak-banyak. Jangan juga kurang. Sesuai kebutuhan tubuh,” ujar Aida.
Selama ini kita mendengar anjuran untuk minum air setidaknya delapan gelas sehari.
Namun, ada kabar baru bahwa aturan itu tidak berlaku untuk semua orang.
Hal ini terungkap dari sebuah riset yang dilakukan peneliti di Monash University Australia.
Dalam riset pada tahun 2016 itu, peneliti menyebut takaran cukup dan tidaknya konsumsi air seseorang adalah sesederhana mendengarkan tubuh kita sendiri.
Terdengar abstrak, tetapi peneliti punya argumen.
Saat seseorang tidak butuh minum lagi, secara fisik dia akan kesulitan untuk menelan.
Jadi, mengetahui cukup tidaknya konsumsi air dapat dilakukan dengan mendengarkan tenggorokan saja.
Mekanisme praktis ini sekaligus memperkuat fakta bahwa kebutuhan air setiap orang berbeda.
"Jika kita melakukan apa yang tubuh kita butuhkan, kita mungkin akan melakukannya dengan benar, minum sesuai kebutuhan dan bukan berdasar pada jadwal yang rumit," kata Michael Farrell, peneliti dari Monash.
Dalam penelitiannya, Farrell meminta 20 peserta untuk menilai usaha yang dibutuhkan untuk minum air dalam dua kondisi: setelah berolahraga saat mereka haus, dan kondisi saat mereka dibujuk untuk minum air berlebih.
Tim menemukan bahwa ada peningkatan tiga kali lipat usaha menelan setelah orang-orang minum terlalu banyak air.
Hal ini menandakan bahwa tubuh mengatur seberapa banyak air yang dikonsumsi sehingga membuat tenggorokan lebih sulit untuk meminumnya.
"Di sini, untuk pertama kalinya kami menemukan usaha untuk menelan setelah minum air berlebih. Ini sesuai dengan anggapan bahwa refleks menelan menjadi terhambat setelah meminum cukup air," ujarnya.
Tim juga menggunakan pencitraan resonansi magnetik fungsional (fMRI) untuk mengukur aktivitas di otak sesaat sebelum orang meminum air dan saat mereka terlalu banyak minum.
Dari situ, peneliti bisa memahami bagaimana tubuh mengendalikan asupan cairan dan berharap agar temuan ini dapat membantu orang membuat pilihan minum yang lebih baik.
Meski begitu, bukan berarti minum delapan gelas sehari buruk bagi seseorang.
Sebab, beberapa orang mungkin memerlukan lebih dari itu dan beberapa orang lain memerlukan lebih sedikit.
Orang tua, misalnya.
Mereka umumnya sering tidak cukup minum sehingga tetap harus memperhatikan asupan cairannya.
Sebaliknya, orang yang terlalu banyak minum bisa mengalami keracunan air atau hiponatremia.
Kondisi itu menyebabkan tingkat natrium dalam aliran darah mnejadi sangat rendah dan dapat menyebabkan kelesuan, mual, kejang, koma, dan bahkan kematian.
"Ada kasus ketika atlet maraton diberitahu untuk minum air dan meninggal karena mengikuti rekomendasi ini dan minum jauh melebihi kebutuhan," kata Farrell.
Jadi, hal yang penting untuk membuat tubuh terhidrasi adalah dengan mendengarkan tubuh Anda.
Penelitian ini telah dipublikasikan di Proceedings of the National Academy of Sciences.
Sumber: Kompas via Trbunkesehatan