Begini Jalan Berliku Jabatan Ketua MK untuk Arief Hidayat -->

Begini Jalan Berliku Jabatan Ketua MK untuk Arief Hidayat

Kamis, 29 Maret 2018, 6:40 AM
loading...
Pelantikan Arief Hidayat sebagai Ketua MK. [Foto Ist/Okezone]

E-KABARI.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo resmi melantik Prof Arief Hidayat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (27/3/2018) di Istana Negara Jakarta. Pelantikan ini sendiri menjadi kedua kalinya Arief menjabat Ketua MK, meski keputusan pemilihannya menjadi polemik.

Pelantikan itu sempat menuai kritik dari berbagai pihak lantaran Arief diketahui dua kali tersandung masalah kode etik dalam memimpin lembaga yang menjadi benteng terakhir konstitusi itu.

Merespons banyaknya kritikan itu, Presiden Jokowi menegaskan, bahwa pelantikan dilakukan lantaran DPR telah memilih kembali Arief Hidayat sebagai hakim MK.

"Ya kita tahu Prof Arief adalah Hakim MK yang dipilih oleh DPR. (Jadi) harus tahu semuanya," kata Jokowi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (27/3/2018).

Kepala Negara tak mempersoalkan adanya pihak yang ingin mengungat Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 129 P 2017 tentang Pengangkatan Hakim Konstitusi ke Pengadilam Tata Usaha Negara (PTUN).

Menurut dia, permasalahan etik berada di wilayah MK. Sebab itu, ia tak menginginkan pemerintah mencampuri urusan internal di lembaga yudikatif itu.

"Dan kalau memang ada anggapan tadi mengenai etik, mekanismenya ada di MK. Jangan saya disuruh masuk ke wilayah yang bukan wilayah saya," tandasnya.

Meski menimbulkan polemik, Arief sendiri tak merasa risau akan hal tersebut, bahkan tak mempersoalkan adanya pihak yang akan menggugat dirinya ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha (PTUN) setelah dilantik Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK). Dirinya justru mempersilakan sejumlah pihak yang ingin menggugatnya.

"Oh iya boleh saja," kata Arief di Istana Negara, Jakarta, Selasa (27/3/2018).

Arief menjelaskan, sebenarnya yang akan digugat ke PTUN adalah Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 129 tentang Pengangkatan Hakim Konstitusi periode 2018-2023. "Kan yang digugat bukan saya, Keppres kan. Kami enggak masalah itu, silakan saja," ucap Arief.

Arief mengaku, tidak terganggu dengan tudingan miring dari sejumlah tentang pelanggaran kode etik yang dilakukannya. Ia pun akan bekerja seperti biasa setelah diambil sumpahnya sebagai orang nomor satu di lembaga yang menjadi benteng terakhir konstitusi itu.

"Saya selama ini enggak terganggu apa-apa. Saya akan kerja seperti biasa. Menjalankan amanah," tandas Arief.

Di dalam tubuh MK sendiri, pengangkatan Arief sebagai Ketua MK mendapat pertentangan. Dalam Rapat Pleno Hakim Konstitusi (RPH) sepakat untuk tidak menyertakan Arief Hidayat dalam bursa pemilihan Ketua Mahkamah Kontitusi (MK) periode 2018-2021.

"RPH menyepakati bahwa dalam pemilihan Ketua MK, Prof. Arief Hidayat tidak lagi mempunyai hak untuk dipilih menjadi ketua MK," kata juru bicara MK Fajar Laksono di Jakarta, Rabu (28/3/2018).

Keputusan dalam RPH tersebut dikatakan Fajar berdasarkan ketentuan Pasal 4 Ayat (3a) UU MK, dan Pasal 2 Ayat (6) PMK Nomor 2 Tahun 2012.

Meskipun masa jabatan Arief Hidayat sebagai Hakim Konstitusi pada periode pertama sudah habis, periode mengabdi sebagai Ketua MK secara otomatis dinyatakan selesai.

Pada Selasa 27 Maret, Arief Hidayat dilantik menjadi Hakim Konstitusi periode kedua (2018-2023) di Istana Negara.

Arief telah menjabat sebagai Ketua MK pada periode 2014-2017 dan terpilih kembali untuk masa jabatan Ketua MK periode 2017-2020.

Terkait dengan mekanisme pemilihan Ketua MK, Fajar menjelaskan sesuai dengan Pasal 5 PMK Nomor 3 Tahun 2012, pemilihan ketua dilakukan secara musyawarah mufakat dalam RPH yang dilakukan secara tertutup untuk umum.

Ia menjelaskan dalam hal mufakat tidak dapat dicapai, pemilihan ketua MK dilaksanakan berdasarkan suara terbanyak melalui pemungutan suara dalam RPH yang terbuka untuk umum.

"Pemilihan ketua akan dilaksanakan pada Senin (2 April) setelah itu akan diselenggarakan sidang pleno pengucapan sumpah ketua MK masa jabatan 2018-2021," kata Fajar.

Seperti diketahui Arief hidayat telah dua kali mendapat sanksi oleh Dewan Etik MK. Pertama, Arief Hidayat pernah mendapatkan sanksi etik berupa teguran lisan dari Dewan Etik MK, pada 2016.

Pemberian sanksi itu karena Arief dianggap melanggar etika dengan membuat surat titipan atau katebelece kepada Jaksa Agung Muda Pengawasan Widyo Pramono untuk "membina" seorang kerabatnya.

Dalam katebelece yang dibuat Arief itu, terdapat pesan kepada Widyo Pramono agar menempatkan salah seorang kerabatnya dengan bunyi pesan, "Mohon titip dan dibina, dijadikan anak Bapak".

Sementara yang kedua, Dewan Etik MK menyatakan Arief terbukti melakukan pelanggaran ringan pada akhir 2017. Arief dilaporkan karena diduga telah melakukan pelanggaran kode etik sebelum proses uji kelayakan dan kepatutan terkait pencalonannya kembali sebagai hakim konstitusi di DPR, pada Rabu 6 Desember 2017 silam.

Atas putusan tersebut, Dewan Etik MK menjatuhkan sanksi berupa teguran lisan kepada Arief.

Sumber: Okezone.com

TerPopuler