Menyoal Makanan Bergizi Gratis -->

Menyoal Makanan Bergizi Gratis

Selasa, 14 Oktober 2025, 2:10 PM
loading...
Menyoal Program MBG
Menyoal Program Makanan Bergizi Gratis (MBG). (Ilustrasi/IST/UGM)


Oleh: Naila Dhofarina Noor, S.Pd *)


Ribuan siswa diberitakan keracunan Makanan Bergizi Gratis (MBG). Akibatnya, banyak masukan dari para tokoh agar program MBG dihentikan karena terkesan gagap. Alih-alih menjadikan anak fokus dalam belajar di sekolah, malah menjadikan masalah yang mengorbankan nyawa anak-anak.


Kasus keracunan dalam program MBG yang terjadi beberapa bulan terakhir sebenarnya seperti gunung es. Sebab, sedari awal program pemerintah tersebut sudah berpotensi masalah.


Anggaran MBG misalnya, diambil dari anggaran pendidikan yang dampaknya pada pemangkasan kebutuhan lain di sekolah. Anggaran yang semestinya dimaksimalkan untuk peningkatan kualitas pembelajaran, kesejahteraan guru, pengadaan sarana prasarana yang memadai juga pemantapan kurikulum tentu berkurang.


Di sisi lain keuntungan dari program MBG hanyalah segelintir pihak yang dekat dengan pemerintah. Menurut Transparency International Indonesia (30/06/2025), salah satu program yang masuk dalam program quick wins ini berpotensi besar konflik kepentingan yang kronis. Pasalnya, penunjukan mitra pelaksana Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dilakukan tanpa mekanisme verifikasi terbuka. Beberapa yayasan pengelola diketahui memiliki afiliasi dengan aktor politik, institusi militer dan kepolisian, serta kelompok kekuasaan tertentu.


Oleh karenanya, program MBG butuh untuk menjadi perhatian bersama. Pemecahan tidak hanya sebatas teknis seperti penggantian menu atau sertifikasi dapur MBG. Lebih dari itu, ada aspek mendasar yang menjadi soal biangnya.


Pandangan Islam dalam menyoal MBG berkaitan dengan syariat Islam tentang politik. Hal pertama yang perlu dipahami bersama, program MBG jelas bermuatan politik. Politik dalam Islam bermakna mengurusi urusan masyarakat. Sedangkan politik dalam sistem kapitalisme liberalisme bermakna meraih keuntungan dan kekuasaan.


Standar dalam menetapkan kebijakan seharusnya bukan semata dari anggapan masyarakat, sehingga saat mulai banyak yang tidak percaya kepada pemerintah, dibuatlah kebijakan yang bisa meredam gejolak tersebut karena takut kehilangan kursi. Walhasil anak-anak yang menjadi korban sebagaimana dalam kasus MBG.


Adapun pemberian makanan bergizi sejatinya adalah hak bagi semua warga negara. Ada mekanisme tertentu dalam pembagiannya.


Pertama, bagi ibu yang tinggal sendiri karena suami meninggal dan tidak ada lagi pihak keluarga yang mampu menafkahi, maka negaralah yang bertanggung jawab langsung memenuhi kebutuhan makanan bergizi untuk ibu tersebut dan anak-anaknya.


Kedua, bagi ibu yang masih memiliki suami maka wajib atas suami memberikan nafkah, termasuk di dalamnya memberikan makanan bergizi untuk istri dan anak-anaknya.


Ketiga, para suami dalam menjalankan kewajibannya memberikan nafkah tentu membutuhkan lapangan pekerjaan. Dalam hal ini, tugas dari negara menyediakan lapangan pekerjaan dengan gaji yang layak bagi para lelaki.


Mekanisme ini hanya bisa berjalan jika pemimpin negeri menerapkan sistem politik Islam, tidak lagi menggunakan sistem kapitalisme liberal. Hal ini dikarenakan mindset dasar yang wajib dimiliki seorang pemimpin dalam Islam adalah pengurus urusan umat dan pelindung umat bukan fasilitator para kapital untuk bermain kursi kekuasaan dan kepentingan.


Rasulullah SAW bersabda,

فَالْإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat. Dia akan diminta pertanggungjawaban tentang rakyatnya.” (HR. Bukhori)


Sebagai contoh, dahulu Umar bin Khattab saat menjadi pemimpin negara, yang dikenal dengan sebutan Khalifah Umar, pernah dikritik oleh salah seorang dari rakyatnya. Kritik itu berkaitan dengan penetapan mahar oleh Khalifah sedangkan di dalam syariat Islam penentuan nilai mahar ada di tangan calon mempelai perempuan. Khalifah Umar seketika tersadar bahwa kebijakannya tidak sesuai dengan Islam. Lantas, dihentikanlah kebijakan tersebut.


Iman dan taqwa insyaAllah masih ada dalam jiwa pemimpin kita saat ini. Kritik yang berlandaskan syariat Allah bentuk sayang kita kepada mereka. Jika saat ini belum nampak keberhasilan, maka tambahlah semangat berjuang dengan berjamaah meluaskan pemahaman Islam yang sempurna ini. Allah melihat kesungguhan kita. Tidak ada yang sia-sia. InsyaAllah ada masa di mana Allah akan mengembalikan negeri ini di bawah naungan syariatNya yang menjadi rahmat bagi seluruh alam. []


*) Penulis dan Guru

TerPopuler