loading...
Susana audiensi mahasiswa Unija Sumenep dengan pihak rektorat. (Foto Ras/E-KABARI) |
SUMENEP, E-KABARI.COM - Pelantikan Plt Presma tunjukan Rektor Unija Sumenep, Madura, Jawa Timur yang sebelumnya sempat kisruh belum menemukan titik terang. Siang ini, Rabu (29/05/2019) sejumlah mahasiswa melakukan audiensi demi menolak kebijakan sepihak yang dilakukan sang rektor.
Ada dua item yang menjadi pembahasan hangat dalam audiensi tersebut. Di antaranya adalah tidak ada transparansi soal anggaran kemahasiswaan, persoalan beasiswa, terutama polemik pengangkatan Presma itu sendiri.
Rektor Unija Sumenep, Dr. Sjaifurrachman menjelaskan, terkait anggaran kemahasiswaan, ada 24 Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang mendapat kucuran dana total sebesar Rp 342.200.000. Sedangkan untuk masa jabatan Presma Anas Syafii sudah berakhir lebih dari 20 hari sejak tanggal 9 Mei dan statusnya diberhentikan peraturan undang-undang, bukan oleh rektor.
“Untuk mengisi kekosongan, rektor mengangkat Plt. Sebelum BEM Definitif terbentuk, Plt yang akan menjabat, namun itu hanya sementara. Kita bentuk Plt karena agar tidak menghambat jalannya mata rantai antara mahasiswa dan rektor,” terang Sjaifurrachman.
Sayangnya, penjelasan Rektor Unija itu tak membuahkan hasil yang memuaskan. Mahasiswa menilai langkah pelantikan Plt Presma terkesan otoriter dan tetap menolak Plt tersebut melalui penandatanganan pernyataan sikap.
Setidaknya ada 30 Ormawa telah menyatakan sikap melalui tanda tangan untuk menolak Plt BEM dan DLM Universitas. Hanya saja, kata Anas Syafii, pernyataan sikap yang dilakukan oleh 30 Ormawa tidak dihiraukan, dan pelantikan Plt Presma tetap dilakukan di ruang rektor dengan dijaga oleh aparat kepolisian.
“Tadi pagi itu pelantikan tanpa sepengetahuan mahasiswa, dan dijaga oleh puluhan aparat kepolisian. Jadi dilantik di ruangan rektor sendiri, tidak secara terbuka, tanpa sepengetahuan seluruh mahasiswa,” ungkap Presma Periode 2018-2019 itu.
Terbukti, waktu pelantikan Plt Presma tidak ada mahasiswa dilibatkan dan hanya dihadiri pimpinan kampus. Sehingga, hal itu semakin membuat mahasiswa berang dan mengutuk sikap sepihak sang rektor.
“Waktu pelantikan tidak ada mahasiswa. Jadi bukan memilih Plt Presiden Mahasiswa, tapi memilih Presiden Universitas, karena dipilih oleh rektor dan dilantik oleh rektor. Jadi kami sangat mengutuk perbuatan rektor ini karena otoriter,” ucap Anas.
Menurut mahasiswa Fakultas Hukum itu, jika berpedoman pada sistem yang baik, serah terima jabatan seharusnya dilakukan dia dengan Plt yang dipilih langsung oleh mahasiswa.
“Plt Presma itu nggak akan pernah diakui oleh mahasiswa, hanya pimpinan yang tahu. Jadi sampai kapanpun kita tidak akan penah menerima Plt tersebut,” tegasnya.
Karena itu, Anas mengaku akan selalu mengawal peristiwa yang dinilai cacat hukum tersebut. Sementara jika langkah-langkah diplomasi tetap saja tidak dihiraukan, pihaknya memilih untuk aksi besar. (Ras/Fiq)